MEA Membuka Kesempatan RI Merajai Asean.
Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akan terjadi pada 31
Desember 2015, akan dapat membuka kesempatan yang lebih besar bagi
Indonesia untuk merajai industri otomotif pada level kawasan, hal itu
karena telah meningkatnya produktivitas pada pabrikan dan juga ditopang
oleh pasar domestik yang semakin besar.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia
khususnya pada industri otomotif, terus mengejar ketertinggalannya dari
Thailand. Bahkan, untuk beberapa lembaga riset global telah meyakini
bahwa Indonesia ke depannya akan dapat menggantikan Thailand yang saat
ini tengah bergelut dengan gejolak politik lokal.
Muara optimisme tersebut adalah meraih
predikat sebagai basis produksi mobil di Asia Tenggara. Bersamaan dengan
hal itu, sedikit keyakinan juga telah dibangkitkan dengan adanya sebuah
pertumbuhan volume pada produksi dari pabrik dalam negeri dan juga
naiknya jumlah ekspor.
Merujuk dari data Asean Automotive
Federation (AAF), bahwa produksi mobil Indonesia pada tahun 2012 telah
mencapai satu juta unit lalu kemudian naik menjadi 13% pada tahun 2013
dan menjadi 1,2 juta unit.
Pada tahun 2012 Thailand telah memproduksi 2,4 juta unit mobil, setahun kemudian naik sedikit menjadi 2,45 juta unit.
Untuk sisi produksi, pada tahun 2014,
Indonesia telah berhasil menggenjot volume hingga mencapai sekitar 1,29
juta unit, atau naik sekitar 7,7% jika dibandingkan pada tahun
sebelumnya yang hanya 1,2 juta unit. Itu artinya, Indonesia telah
berhasil menguasai sekitar 33% dari total produksi mobil di Asia
Tenggara yang telah mencapai hingga 3,9 juta unit.
Volume produksi tersebut sudah
mengangkat porsi dari produksi Indonesia, yang sebelumnya hanya setara
dengan 27% dari total produksi negara – negara di Asia Tenggara pada
tahun 2013 yaitu sebanyak 4,6 juta unit.
Hal tersebut cukup memberikan angin
segar untuk proyeksi industri otomotif nasional untuk ke depannya,
soalnya di saat bersamaan produksi dari Thailand yang dikenal sebagai
negara produsen terbesar justru sedang melorot (menurun).
Pada tahun 2013, Thailand telah berhasil
menguasai jumlah produksi sekitar 2,45 juta unit, atau setara dengan
55% dari total produksi Negara – negara Asean. Akan tetapi pada tahun
lalu, produksi Thailand turun hingga mencapai 23,4% menjadi 1,88 juta
unit.
Itu berarti, di level Asia Tenggara,
Indonesia hanya perlu mengalahkan Thailand.untuk menjadi produsen
tersebar di asia tenggara, karena Negara lainnya seperti Malaysia hanya
sanggup memproduksi sebanyak 596.000 unit pada tahun lalu, atau setara
dengan 15%. Jumlah produksi mobil dari pabrik yang ada di dalam negeri
telah diperkirakan akan terus berkembang, seiring dengan bertumbuhnya
pasar domestik Indonesia.
Merengkuh Pangsa Pasar
Pada tahun 2014, total dari penjualan
domestik Indonesia memang telah menorehkan dari hasil yang tak
seberuntung tahun 2013, yaitu hanya sekitar 1,208 juta unit. Akan
tetapi, dari total penjualan keseluruhan diatas, Indonesia telah
berhasil merengkuh pangsa pasar sebanyak 38% dari jumlah total penjualan
di kawasan Asia Tenggara yang telah mencapai hingga 3,17 juta unit.
Padahal di tahun sebelumnya, Indonesia
hanya bisa berkontribusi sebesar 35% dari jumlah total penjualan mobil
di daerah Asia Tenggara yang mencapai 3,51 juta unit dengan raihan total
sebanyak 1,23 juta unit.
Pada waktu yang bersamaan, pasar
domestik Thailand telah terpukul akibat dari kemelut politik nasional
yang terjadi di negeri tersebut.
Sepanjang tahun 2014, pasar domestik
Thailand hanya mampu mengemas penjualan 882.000 unit, atau setara dengan
nilai 21% dari jumlah total penjualan negara – negara Asean.
Adapun pada tahun sebelumnya, pasar
domestik Thailand adalah yang paling dominan yang mampu meraih total
penjualan sebanyak 1,3 juta unit, atau setara dengan 47% dari total
penjualan regional saat itu.
Sebagaimana yang telah di utarakan oleh
Direktur Alat Transportasi Darat, Ditjen IUBTT Kemenperin Soerjono,
bahwa pasar domestik yang besar adalah tumpuan bagi Indonesia untuk
dapat menggaet investor pada sektor otomotif.
Dengan begitu, raksasa industry otomotif
dunia akan berbondong-bondong untuk mendirikan pabrik di Indonesia.
Lebih dari itu, ekspor mobil dari pabrik di Indonesia pun akan mulai
bertumbuh.
Pada tahun 2011 total ekspor CBU yaitu
108.000 unit atau tumbuh sekitar 25,6% dari tahun sebelumnya, sementara
pada tahun 2012 tumbuh lebih besar hingga mencapai 60,2% menjadi 173.000
unit, sedangkan untuk sepanjang 2013 dengan jumlah 171.000 unit.
Pada periode bulan Januari hingga bulan
Desember 2014, Jumlah ekspor completely buitl up (CBU) telah mencapai
202.273 unit, atau telah mengalami kenaikan sekitar 18,3% jika
dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebanyak
170.907 unit. Lini ekspor inilah yang kiranya harus jadi perhatian yang
lebih besar oleh pemerintah ataupun pelaku industri.
Sebabnya, saat bersamaan ekspor Thailand
sepanjang Januari hingga Desember 2014 telah mencapai 1,128 juta unit,
naik sekitar 1,35% dibandingkan periode tahun sebelumnya. Jumlah itu
setara 62,6% volume produksi yang mencapai hingga 1,8 juta unit.
Meski demikian, menurut Budi Nur Mukmin
selaku General Manager PT Nissan Motor Indonesia (NMI), bahwa peluang
Indonesia dalam menggenjot produksi ataupun memperbaiki kinerja ekspor
sangatlah terbuka lebar. Terlebih, saat berlakunya Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA) nanti.
Dia juga memandang bahwa manfaat MEA
yang dapat mempermudah izin perdagangan antar negara Asean telah membuat
produk – produk dari Indonesia akan lebih mudah masuk.
Khususnya, ke negara-negara yang memang
memiliki permintaan produk yang sesuai dengan kekuatan produksi
Indonesia, seperti Filipina. “Di sana tidak ada mobil seperti Eco Car
Thailand, sehingga bisa dimasuki produk LCGC dari sini [Indonesia],”
ujarnya.
Selebihnya, kata Budi, adanya MEA tidak
akan mengubah peta industri mobil di level kawasan. Untuk Indonesia,
pabrik di dalam negeri telah mempunyai tingkat efisiensi produksi yang
cukup kuat bagi produk-produk multipurpose vehicle (MPV), sedangkan
Thailand telah menguasai produksi pikap maupun sedan.
Budi menambahkan bahwa MEA tidak akan
menggeser hal itu, Akan tetapi dapat membuka sebuah peluang pasar ke
negara – negara di kawasan yang lebih besar, itupun tergantung dengan
kondisi permintaannya.
Hal senada juga telah diungkapkan oleh
Vivek Vaidya, Direktur Riset Otomotif dan Transportasi Frost &
Sullivan Indonesia. Menurut pendapatnya, Indonesia merupakan sebuah
pasar ataupun basis produksi yang cukup potensial hingga tahun 2025. Hal
itu tidak lepas dari kondisi jumlah pertumbuhan ekonomi dan juga
melonjaknya jumlah kelas menengah yang telah memperkuat struktur dari
industri otomotif Indonesia.
Sumber: Kemenperin.go.id