Investasi Masuk RI Tertinggi ASEAN (Enam Tahun Terakhir Tumbuh 45 Persen)
JAKARTA – Indonesia boleh dikatakan menjadi negara jujukan investasi yang paling menarik saat penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015. Sebab, selama enam tahun terakhir, Indonesia sudah mempunyai modal besar dan menjadi idola pemodal asing untuk menanamkan investasi. The Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW) mencatat, pertumbuhan arus modal asing ke tanah air hampir menyentuh 45 persen pada 2013. Posisi tersebut paling tinggi di antara negara-negara kawasan Asia Tenggara lainnya.
Chief EconomistICAEW
Douglas McWilliams menyatakan, rata-rata pertumbuhan modal masuk asing di ASEAN
berkisar 15–20 persen pada 2013. Ranking Indonesia melejit mengungguli Thailand
sejak 2007. Kala itu tren pertumbuhan investasi asing di Indonesia menanjak
dari posisi 20–25 persen, kemudian menembus 30 persen pada 2008, hingga 20–40
persen pada 2012–2013.
Sebaliknya, pada 2007
pertumbuhan investasi Thailand justru lengser menuju 22 persen hingga jeblok ke
0–5 persen pada 2013. ”Jadi, Indonesia masih terdepan untuk investasi
intra-ASEAN,” ungkapnya Rabu (3/12). Peningkatkan aliran modal tersebut memang
merupakan dampak kebijakan Bank Sentral AS untuk menggelontorkan dana stimulus
(quantitative easing). Namun, setelah era QE, Indonesia masih memiliki
keuntungan dalam menghadapi integrasi pasar. Sebab, modal tetap akan menuju
Asia Tenggara. ”Investor masih menuju ASEAN. Investor besar dari Eropa, India,
dan Jepang, misalnya, tengah berpikir meningkatkan exposure mereka di ASEAN,”
terangnya.
Lead Economist World
Bank Indonesia Ndiame Diop mengakui, potensi Indonesia untuk menyerap investasi
dari pasar global sangat besar. Sayangnya, hasil investasi itu bisa tidak
optimal karena di lain pihak memicu impor yang besar pula. ”Sebab, setiap
kenaikan investasi USD 1, ada kenaikan impor USD 34 sen. Ini harus
dikurangisupaya hasil investasinya maksimal,” terangnya kepada Jawa Pos.
Menurut Diop, salah
satu cara untuk mengimbangi importasi tersebut adalah dengan ekspor. Karena
itu, industri manufaktur Indonesia harus didorong untuk orientasi ekspor.
”Eskpor harus besar supaya bisa mengurangi defisit neraca pembayaran dan
current account deficit (defisit transaksi berjalan),” ujarnya.
BKPM: Realisasi Investasi 2015 Tetap Tinggi
IMQ, Jakarta — Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memperkirakan, realisasi investasi langsung pada 2015 diproyeksikan tetap tinggi meskipun ada perlambatan ekonomi global.
“Kecenderungan
peningkatan investasi tampak dari jumlah rencana investasi yang ada di pipeline
September 2014 yang nilainya mencapai Rp2.000 triliun atau meningkat Rp200
triliun dari Juli 2014 sebesar Rp1.800 triliun,” kata Deputi Pengendalian
Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Azhar Lubis di Jakarta,
Selasa (21/10).
Presiden Joko Widodo,
menurut Azhar, memiliki visi untuk mendorong pembangunan. Komitmen investasi
tersebut berasal dari berbagai sektor, salah satu yang terbesar adalah sektor
hilirisasi tambang seperti pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan
(smelter) dan sektor pengolahan perkebunan.
“Investor semakin
percaya akan ekonomi Indonesia selain ada peningkatan komitmen investasi juga
karena carry over dari tahun sebelumnya yang masih menunggu kondisi ekonomi
Indonesia, bahkan komitmen telah terkumpul sejak 2011,” paparnya.
Agar komitmen investasi
dapat di realisasikan dengan cepat, lanjut Azhar, upaya mendorong perbaikan
infrastruktur seperti penyediaan listrik, jalan, dan pelabuhan harus
dipercepat.
“Infrastruktur harus
segera disediakan khususnya di daerah terpencil agar menarik investor dan
membuka pusat pertumbuhan baru,” ujarnya.
Berdasarkan data BKPM,
sepanjang Januari hingga September 2014 realisasi investasi langsung mencapai
Rp342,7 triliun. Investasi terdiri atas Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar
Rp228,3 triliun atau tumbuh 14,6% dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
sebesar Rp114,4 triliun atau tumbuh 21,6%.