Nelayan; Ekspor bisa US$ 40 miliar. (Foto: Erman) |
Quality control pengolahan perikanan dunia itu harus mengikuti standarisasi nasional yang telah diintegrasikan dengan standar internasional. Rully Ferdian
Jakarta–Kamar
Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia mendorong pemerintah untuk
menjadikan Indonesia sebagai pusat pengolahan perikanan dunia. Kebijakan
ini dipastikan mendorong kinerja ekspor kelautan dan perikanan nasional
menjadi US$ 40 miliar.
“Kami optimistis, dengan menjadikan
Indonesia sebagai pusat pengolahan perikanan dunia, maka nilai ekspor
nasional akan meningkat dari US$ 4,1 miliar pada tahun 2013, menjadi US$
40 miliar,” kata Wakil Ketua Umum Kelautan dan Perikanan KADIN
Indonesia, Yugi Prayanto, dalam siaran pers-nya, di Jakarta, Senin, 1
Desember 2014.
Menurut Yugi, langkah menjadikan Indonesia sebagai
pusat pengolahan perikanan dunia, harus dilakukan segera, mengingat
potensi kelautan dan perikanan Indonesia yang sangat besar.
Terdapat beberapa langkah penting yang harus dilakukan pemerintah. Pertama,
melakukan standarisasi semua produk perikanan dalam negeri sehingga
sektor perikanan nasional bisa terdaftar secara resmi pada tingkat
nasional dan internasional. Kedua, mulai melakukan prosesing perikanan dunia di Indonesia, berdasarkan standarisasi yang telah dimiliki.
“Artinya, sama seperti dengan dibangunnya Starbucks dan McDonald di Indonesia, karena quality control-nya sudah sama seperti di Amerika Serikat (AS). Kita pun bisa bangun pusat pengolahan perikanan dunia di Indonesia,” jelas Yugi.
Ia mencontohkan, pembuatan prosesing
ikan dunia di Indonesia, juga melibatkan berbagai negara. Misalnya,
ikan Salmon didatangkan dari Australia dan Norwegia, lalu diproses di
Indonesia. Termasuk standar kebersihan, kualitas, dan packaging, dijaga
ketat. Intinya, quality control pengolahan perikanan dunia itu
harus mengikuti standarisasi nasional yang telah diintegrasikan dengan
standar internasional. Hal itu, ucap Yugi, akan sangat menguntungkan.
Apalagi dengan biaya buruh di Indonesia yang lebih terjangkau dibanding
buruh di negara-negara penghasil ikan tersebut.
Ketiga,
menyediakan tenaga kerja lokal yang terampil dan bersaing dibanding
tenaga kerja dari negara lain. Pada bagian ini, jelas Yugi, proyek
tersebut bisa mempekerjakan masyarakat lokal secara signifikan, dan pada
akhirnya dipastikan menurunkan tingkat pengangguran Indonesia. Keempat, mendorong perbankan nasional untuk meningkatkan dan memacu investasi industri pengolahan yang berbasis (reprocessing). Dengan bahan baku dari luar negeri, lalu diolah menjadi produk-produk siap saji dan di re-ekspor ke negara-negara maju.
Kelima,
mendorong kerja sama dengan negara-negara maju seperti AS, Norwegia,
Australia, Kanada dan Jepang sebagai sumber bahan baku Ikan Salmon,
Kepiting Alaska, Alaskan Lobster, Herring, Trout, Smelt dan segala jenis
hasil penangkapan di laut air dingin (cold water fish).
“Intinya, pemerintah didorong untuk aktif membuka kesempatan bagi
Indonesia sebagai basis pengolahan dan membuka pasar hasil-hasil olahan
tersebut dan dijadikan produk siap saji (consumer pack) ke pasar retail negara-negara itu,” papar Yugi. (*)
@tbrullyferdian
KADIN TARGETKAN
MILIKI 1.000 UNIT PENGOLAHAN IKAN
Senin, 02 Februari 2015 | 13:28 WIB
JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menargetkan akan
ada 1.000 unit pengolahan ikan (UPI) yang tersebar di berbagai daerah
di seluruh wilayah Indonesia hingga akhir tahun 2019.
"Hingga 2019, Kadin Indonesia menargetkan membangun 400 UPI di seluruh Indonesia. Sehingga total UPI yang terbangun di Indonesia menjadi 1.000 UPI," kata Wakil Ketua Umum Bidang Kelautan dan Perikanan Kadin Indonesia, Yugi Prayanto dalam keterangan tertulis, Senin (2/1).
Yugi memaparkan, nilai investasi untuk membangun UPI berskala kecil atau hanya memiliki "cold storage" sederhana berikut lahan yang terbatas, diperkirakan Rp 20 miliar - 30 miliar.
Sementara untuk UPI skala besar bisa mencapai hingga Rp 500 miliar per unit, dengan tingkat kecanggihan dan teknologi yang sangat baik.
"Jika diasumsikan, dari 400 UPI yang akan terbangun itu, terdapat 100 UPI skala besar dan 300 UPI skala kecil, maka total investasinya mencapai hampir Rp 60 triliun," katanya.
Ia mengemukakan, bila komunikasi dengan berbagai pihak terjalin baik, maka pengusaha lokal bisa menguasai pasar kelautan dan perikanan di Indonesia.
Dengan demikian, menurut dia, maka sektor kelautan dan perikanan Indonesia juga "tidak hanya menjadi penonton di negeri sendiri".
Sebelumnya, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendesak industri perikanan di Indonesia untuk patuh dalam mematuhi aturan untuk membangun Unit Pengolahan Ikan (UPI) untuk menampung hasil tangkapan nelayan.
"Kepatuhan industri membangun UPI sangat rendah," kata Ketua Dewan Pembina KNTI M Riza Damanik. Ia berpendapat, tingkat kepatuhan perusahaan ikan membangun Unit Pengolahan Ikan (UPI) masih sangat rendah.
Dari lebih 1.000 kapal eks-asing yang mendapat Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan beroperasi di 2014, kata Riza, hanya terbangun sebanyak 33 UPI. Padahal, Indonesia berpeluang membangun sedikitnya 150 UPI.
Riza juga mengingatkan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri tentang Usaha Perikanan Tangkap disebutkan salah-satu syarat untuk memiliki SIUP antara lain kesanggupan membangun atau memiliki UPI atau bermitra dengan UPI yang telah memiliki Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) bagi usaha perikanan tangkap terpadu.
"Pemerintah harus menyambungkan proses penegakan hukum dan pembenahan perizinan dengan memberi prioritas insentif pemodal untuk kegiatan pengolahan ikan," ujarnya.
"Hingga 2019, Kadin Indonesia menargetkan membangun 400 UPI di seluruh Indonesia. Sehingga total UPI yang terbangun di Indonesia menjadi 1.000 UPI," kata Wakil Ketua Umum Bidang Kelautan dan Perikanan Kadin Indonesia, Yugi Prayanto dalam keterangan tertulis, Senin (2/1).
Yugi memaparkan, nilai investasi untuk membangun UPI berskala kecil atau hanya memiliki "cold storage" sederhana berikut lahan yang terbatas, diperkirakan Rp 20 miliar - 30 miliar.
Sementara untuk UPI skala besar bisa mencapai hingga Rp 500 miliar per unit, dengan tingkat kecanggihan dan teknologi yang sangat baik.
"Jika diasumsikan, dari 400 UPI yang akan terbangun itu, terdapat 100 UPI skala besar dan 300 UPI skala kecil, maka total investasinya mencapai hampir Rp 60 triliun," katanya.
Ia mengemukakan, bila komunikasi dengan berbagai pihak terjalin baik, maka pengusaha lokal bisa menguasai pasar kelautan dan perikanan di Indonesia.
Dengan demikian, menurut dia, maka sektor kelautan dan perikanan Indonesia juga "tidak hanya menjadi penonton di negeri sendiri".
Sebelumnya, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendesak industri perikanan di Indonesia untuk patuh dalam mematuhi aturan untuk membangun Unit Pengolahan Ikan (UPI) untuk menampung hasil tangkapan nelayan.
"Kepatuhan industri membangun UPI sangat rendah," kata Ketua Dewan Pembina KNTI M Riza Damanik. Ia berpendapat, tingkat kepatuhan perusahaan ikan membangun Unit Pengolahan Ikan (UPI) masih sangat rendah.
Dari lebih 1.000 kapal eks-asing yang mendapat Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan beroperasi di 2014, kata Riza, hanya terbangun sebanyak 33 UPI. Padahal, Indonesia berpeluang membangun sedikitnya 150 UPI.
Riza juga mengingatkan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri tentang Usaha Perikanan Tangkap disebutkan salah-satu syarat untuk memiliki SIUP antara lain kesanggupan membangun atau memiliki UPI atau bermitra dengan UPI yang telah memiliki Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) bagi usaha perikanan tangkap terpadu.
"Pemerintah harus menyambungkan proses penegakan hukum dan pembenahan perizinan dengan memberi prioritas insentif pemodal untuk kegiatan pengolahan ikan," ujarnya.
Editor: Hendra Gunawan
Sumber: http://industri.kontan.co.id/news/kadin-targetkan-miliki-1000-unit-pengolahan-ikan